Saudaraku, petugas personalia itu ciptaan Allah SWT. Tidak usah membencinya saat saudara tidak diterima bekerja. Jangan dendam kepadanya, sekalipun surat lamaran saudara tidak dibaca dan langsung ditimbang di tempat jual-beli rongsokan. Dia cuma menandatangani atau menjual surat lamaran saja. Allah yang menentukan kita diterima atau ditolak.
Yakinlah bahwa Allah selalu memerhatikan. Terima dan senangi keputusan apa pun dari-Nya. Tidak boleh kecewa. Karena kita juga tidak kecewa dikaruniai kemampuan menyiapkan surat lamaran. Tetap tenang, walau sudah 40 tempat kita mengirim lamaran. Berkali-kali ditolak bukan berarti biodata kita itu sia-sia. Tapi semuanya sudah jadi amal. Dan Allah pasti punya rencana, tetaplah yakin kepada-Nya.
Demikian halnya kalau kita mengikuti tes CPNS. Sejak sebelum mengirim berkas, kita sudah harus terus ingat bila tes CPNS bukanlah ajang penentuan hidup dan mati. Cukup serahkan hidup dan mati kita hanya kepada Allah SWT. Bukan kepada kepala dinas, bupati, gubernur, presiden, ataupun sekjen PBB dan ketua negara adidaya.
Termasuk kalau kita ditolak saat melamar pendamping hidup. Tidak perlu sedih. Bahkan kalau pernikahan kita tiba-tiba batal. Sama halnya jika kita tiba-tiba dipecat, walau baru sehari masuk kerja, dan orangtua pun belum pulang dari pasar membeli bahan-bahan untuk kenduri. Yakinlah Allah pasti punya maksud, dan kita harus rida kepada takdir-Nya.
Saudaraku, apabila saudara sedang merasa demikian, maka tutuplah mata saudara. Dan fokuslah pada pendengaran. Mungkin saudara bisa mendengar tetesan air di genteng, karena mendung dan angin itu memang pertanda hari akan hujan. Atau mungkin saudara bisa mendengar suara azan magrib. Hari yang kelam karena memang sudah menjelang malam.
Maksud saya, mari kita dengarkan hati terdalam kita. Mari kita bertanya ke lubuk hati, benarkah ditolaknya lamaran itu berarti kita gagal berbakti kepada orangtua? Atau mungkinkah pekerjaan dan pasangan yang gagal dan batal tadi, sebetulnya hanyalah keinginan kita agar dihargai orang dan nafsu untuk berbangga-bangga? Dan kita membawa-bawa orangtua sebenarnya cuma sebagai bahan mendramatisir suasana saja.
Untuk apa kita mencari penghargaan makhluk? Sungguh tidak perlu. Apalagi berniat untuk berbangga-bangga, malah yang menanti kita adalah petaka. Bagusnya karir pekerjaan kita, sama sekali bukan patokan dalam berbakti kepada orangtua. Menarik dan tingginya pendidikan pendamping hidup, bukan jaminan orangtua kita bahagia di masa tuanya, dan tidak dapat menjamin keduanya masuk surga.
Saudaraku, ingatlah sabda Rasulullah saw, “Saat anak-anak Adam meninggal dunia, seluruh amalnya terputus, kecuali sedekah yang bersinambung, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakannya.” Rasulullah tidak menyebutkan doa dari anak yang karirnya bagus, mobil dan rumahnya banyak, serta pasangannya menarik dan berpendidikan. Tapi doa dari anak yang saleh.
Jadi, kita berbakti kepada orangtua itu sudah cukup dengan menjadi anak yang saleh. Sama sekali tidak ada gunanya bagi kedua orangtua, sekalipun karir anaknya tinggi menjulang dan hartanya melimpah-ruah, tetapi hidupnya tidak mengenal dan mendekat kepada Allah. Hanya tinggal menanti waktu datangnya bencana.
Benar memang, kadang cinta orangtua pada anaknya, bisa membuat keduanya sangat berharap agar kita menjadi anak paling pintar di kelas, selalu juara pertama dalam lomba panjat pinang, setelah besar bekerja di perusahaan ternama, menikah dengan seseorang dari keluarga terpandang, serta memiliki rumah megah dan mobil mewah.
Ketika pandangan hidup orangtua kita sudah begini, maka, sebagai anak yang saleh, tugas kita untuk mengingatkan keduanya dengan penuh cinta pula. Kita sampaikan secara baik-baik kepada keduanya bahwa Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. al-Munfiqn [63]: 9).
Kita berdoa kepada Allah SWT supaya mereka tidak dilalaikan dunia. Kita ajak mereka mempelajari al-Quran bersama. Membaca ayat-ayat yang mengecam manusia yang sibuk berlomba-lomba dan membangga-banggakan harta dan anak. Berbeda kalau kita sendiri tidak saleh, justru kita akan saling memotivasi untuk hidup bermegah-megahan, sehingga kita sama-sama berlari dan saling menjerumuskan ke dalam petaka.
Mari wujudkan bakti kita kepada orangtua dengan selalu berbuat baik kepada keduanya, dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dan mari kita berdoa untuk keduanya, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidikku di waktu kecil.” (QS. al-Isr’ [17]: 24). Semoga di akhirat nanti kita dapat dikumpulkan kembali, dan berbahagia bersama di sana.
0 komentar:
Posting Komentar